Susterslot,
Berita
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
SUSTERSLOT - Komisi XII DPR RI mendesak agar revisi Undang-Undang (UU) Migas segera diprioritaskan menyusul mencuatnya isu Pertamax oplosan yang terkait dengan kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Patra Niaga. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menyatakan bahwa revisi ini mendesak dilakukan, mengingat pasca putusan MK tahun 2012 hingga kini belum ada perubahan signifikan dalam UU Migas.
“Ini momentum yang tepat. Bersama-sama dengan Komisi XII, kami sepakat bahwa sudah saatnya UU Migas direvisi. Revisi ini penting untuk memperjelas pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pengawasan pengelolaan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM),” ujar Bambang saat ditemui di Jakarta Timur, Kamis (27/2/2025).
Bambang menambahkan revisi UU Migas akan mengatur lebih tegas mengenai pembagian tanggung jawab antara pengawasan di sektor hulu dan hilir. “Ke depan, kita ingin semua lebih jelas. Siapa yang bertanggung jawab di pengawasan, siapa yang mengurusi hulu, siapa yang menangani hilir—tidak ada lagi tumpang tindih. Saat ini, masih ada irisan antara BPH Migas sebagai regulator dengan Ditjen Migas sebagai eksekutor,” jelasnya.
Pada hari yang sama, Komisi XII DPR RI bersama Direktorat Jenderal Migas dan Balai Besar Lemigas melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah SPBU di Jakarta Timur dan Depok. Sidak ini dilakukan untuk menindaklanjuti dugaan peredaran Pertamax oplosan yang meresahkan masyarakat. Lokasi pertama yang didatangi adalah SPBU Pertamina Jambore, Jakarta Timur, kemudian dilanjutkan ke SPBU Shell di perbatasan Cibubur dan Depok.
Dalam sidak tersebut, Komisi XII dan tim terkait mengambil tiga sampel BBM, yakni Pertalite (RON 90), Pertamax (RON 92), dan Shell Super (RON 92). Sampel-sampel ini langsung dikirim ke laboratorium Lemigas untuk diuji lebih lanjut.
Kasus ini bermula dari pengungkapan dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai salah satu tersangka. Riva diduga membeli Pertalite dengan harga Pertamax dan melakukan proses blending untuk menciptakan RON 92, yang tidak sesuai aturan.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS membeli RON 90 (Pertalite) dengan pembayaran setara RON 92 (Pertamax), lalu melakukan blending di depo. Praktik ini jelas dilarang,” ungkap Kejagung dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).
Dilansir oleh susterslot, selain Riva, enam tersangka lainnya juga telah ditetapkan dalam kasus ini. Mereka di antaranya adalah Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina International Shipping), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional).
Tiga nama lainnya adalah Muhammad Kery Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta Gilang Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak).
Terbaru, Kejagung mengungkapkan penangkapan dua tersangka tambahan, yaitu Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga) dan Edward Corner (VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga). Sidang dan penyidikan terus bergulir untuk mengungkap lebih jauh praktik korupsi yang merugikan negara serta masyarakat.
Komentar
Posting Komentar